Daya Beli Lemah Meski Neraca Perdagangan Indonesia Surplus, Ekonom Ungkap Penyebabnya
JAKARTA,quickq加速永久免费 DISWAY.ID --Neraca Perdagangan Indonesia hingga saat ini masih terus menunjukkan performa yang positif.
Pada September 2024 ini, Neraca Perdagangan Indonesia telah sukses mencatatkan surplus sebesar 3,26 miliar dolar.
Pencapaian tersebut menjadi penanda perpanjangan surplus neraca perdagangan Indonesia menjadi 53 bulan secara berturut-turut sejak Mei 2020.
BACA JUGA:Veronica Tan Dilirik Prabowo Jadi Menteri PPPA, Ternyata Punya Yayasan Anak Rusun hingga Platform Home and Baby Care
BACA JUGA:Kasus Kematian Dokter PPDS FK Undip Naik Penyidikan, tapi Belum Ada Tersangka
Kendati begitu, surplus 53 bulan tersebut juga diiringi dengan penurunan daya beli masyarakat. Tidak ayal situasi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keseimbangan ekonomi Indonesia.
"Surplus perdagangan sering dilihat sebagai sinyal positif, karena menunjukkan bahwa ekspor lebih besar daripada impor, yang bisa berarti ekonomi berjalan baik," kata Ekonom sekaligus Dosen Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta, Achmad Nur Hidayat, ketika dihubungi oleh Disway pada Rabu 16 Oktober 2024.
Namun, kata Achmad Nur Hidayat, dalam konteks ini, daya beli masyarakat yang turun menunjukkan bahwa manfaat dari surplus tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat luas.
Achmad menambahkan bahwa ada beberapa alasan mengapa surplus ini tidak berdampak secara langsung pada peningkatan daya beli.
BACA JUGA:UMKM Masih Sering Terkendala Pembiayaan, KemenKopUKM Ungkap Strategi Alternatif
BACA JUGA:Berada di Level yang Baik, Menko Airlangga Ungkap Perekonomian Indonesia Terkendali
Salah satunya adalah komposisi ekspor Indonesia yang masih didominasi oleh komoditas mentah, seperti bahan bakar mineral, minyak sawit, dan logam.
"Ketergantungan pada sektor ini membuat surplus rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global dan tidak selalu mengalir ke sektor yang langsung berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat," jelas Achmad.
Selain itu, Achmad juga menambahkan bahwa penurunan impor barang konsumsi dan modal bisa menjadi indikasi bahwa permintaan domestik melemah, yang dapat berdampak pada penurunan investasi dan konsumsi rumah tangga.
- 1
- 2
- »
(责任编辑:焦点)
- Wagub DKI Sebut Izin Keramaian Ada di Kepolisian
- Kapan Waktu Terbaik Jalan Kaki untuk Turunkan Berat Badan?
- 5 Ramuan Air Kelapa agar Rambut Sehat dan Indah
- Kemenag: Azan Magrib Diganti Running Text Saat Misa Akbar Paus Hanya untuk WIB
- Bullying Masih Marak, Kemendikbudristek Upayakan Pelatihan kepada Guru
- 7 Buah yang Ampuh Meningkatkan Mood, Hati Nyaman dan Tubuh Sehat
- Sejumlah Tips Membeli Tiket Pesawat Jakarta
- Komdigi dan BSN Percepat Pengujian Perangkat Telekomunikasi di Dalam Negeri
- Bapanas Optimis Program MBG Dapat Jadi Penggerak Ekonomi
- 5 Makanan Ini Ternyata Tidak Boleh Dimakan Mentah, Bisa Jadi Racun
- 5 Kelompok Orang yang Tak Boleh Makan Pepaya, Kamu Termasuk?
- Dikabarkan Mundur dari Kabinet, Erick Thohir:Orang Lagi Enak
- Dolar Melemah, Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Menguat di AS
- 3 Jenis Minyak Pengganti Minyak Goreng, Dijamin Lebih Sehat
- Bea Cukai & Polda Aceh Selamatkan Generasi Muda dari Narkotika
- Sejumlah Tips Membeli Tiket Pesawat Jakarta
- Polemik PPN 2.4 Persen untuk Bangun Rumah Sendiri, Stafsus Sri Mulyani Jelaskan Penyebabnya
- Sering Dipakai Masak, 5 Jenis Minyak Ini Ternyata Tak Bagus buat Tubuh
- BP2MI Harap Prabowo Mampu Maksimalkan Peluang Kerja di 11 Negara, Jangan Kalah dengan Swasta!
- 5 Makanan Ini Ternyata Tidak Boleh Dimakan Mentah, Bisa Jadi Racun